Minggu, 15 Januari 2023

Tabel Bunga Majemuk dan Anuitas

Kalian dapat menentukan nilai logaritma, antilogaritma, bunga majemuk, anuitas, dan jumlah n menggunakan kalkulator atau tabel. Berikut tabel yang dapat kalian gunakan untuk menentukan nilai nilai logaritma, antilogaritma, bunga majemuk, anuitas, dan jumlah n. 

Cara menggunakan tabel logaritma.

Contoh:
Nilai log 14,5 = ....
Jawab:
Lihat tabel antilogaritma
Pada kolom 1 kalian cari angka 14, pada baris 1 kalian cari angka 5 
kalian pertemukan ke arah kanan dari angka 14 dan ke arah bawah dari angka 5
bertemu di angka 1,161
jadi log 14,5 = 1,161





Cara menggunakan tabel antilogaritma.


Contoh:
Tentukan antilogaritma 1,23
Kalian lihat pada tabel antilogaritma, angka 1,23
Dari angka 1,23 ke arah kiri, paling kiri kalian lihat angka 0,08
Dari angka 1,23 ke arah atas, paling atas kalian lihat angka 9
Jadi antilogaritma 1,23 adalah 0,0089


Cara menggunakan tabel bunga majemuk

Contoh:

Modal awal sebesar Rp 10.000.000,00 dibungakan selama 8 tahun dengan suku bunga 3 % pertahun.

Tentukan Modal akhir yang didapat ?

Jawab:

Mo = 10.000.000, i = 3 % dan n = 8 tahun

Mn = Mo (1 + i)n

Mn = 10.000.000 (1,03)8

Mn = 10.000.000 (1,2667701)

Mn = 12.667.701

Modal akhir yang didapat sebesar Rp 12.667.701,00


Cara mendapatkan angka 1,2667701
lihat tabel
Pada kolom 1 kalian cari angka 8, pada baris 1 kalian cari angka 3 %
kalian pertemukan ke arah kanan dari angka 8 dan ke arah bawah dari angka 3 %
bertemu di angka 1,2667701








Jika kalian belum jelas, bisa kalian tanyakan guru mapel matematika di kelas masing-masing.

atau silahkan kirim email ke 

rianiw76@gmail.com atau rianiwidiastuti11@guru.sma.belajar.id






Senin, 10 Januari 2022

HARI ULANG TAHUN KE-72 SMA NEGERI 4 YOGYAKARTA

 

HARI ULANG TAHUN KE-72 SMA NEGERI 4 YOGYAKARTA


By Riani Widiastuti – 10 Januari  2022

Minggu, 16 Januari 2022 tanpa terasa SMAN 4 Yogyakarta genap berusia 72 tahun. SMA Negeri 4 Yogyakarta mengadakan serangkai-an kegiatan untuk memperingati acara HUT ke-72 tersebut. Kegiatan memperingati HUT ke-72 ditahun 2022 ini dilaksanakan secara daring dan luring, karena Indonesia masih dalam situasi menghadapi pandemic Covid-19 yang mewajibkan siswa, guru, dan karyawan untuk tetap menjaga protokol kesehatan.

Dengan mengambil tema ‘‘OPTIMALISASI PRESTASI DI TENGAH  PANDEMI‘’ seluruh warga sekolah baik siswa, guru dan staf tata usaha tetap ber berkomitmen untuk meningkatkan prestasi, baik akademik maupun non akademik di tengah pandemik ini untuk memberikan persembahan terbaiknya dalam memeriahkan dan mendukung sekolah di genap usia ke-72 tahunnya.

Berbagai jenis kegiatan yang diselenggarakan sekolah membuktikan bahwa sekolah tidak pernah ragu dalam berprestasi saat menghadapi masa pandemi Covid-19. Penyelenggaraan lomba antar kelas yang dilakukan secara daring dan luring, menjadi tantangan dan pengalaman baru yang penuh warna sehingga peringatan HUT ke-72 tahun ini menjadi istimewa.

Berbagai kegiatan yang digelar meliputi: Lomba antar kelas dilaksanakan secara daring yaitu: Cover Lagu, Make-Up, dan E – Sport, serta Cerdas Cermat Umum (Ranking 1) secara luring; Lomba antar siswa SMP se DIY yaitu Komik, dilaksanakan secara Daring (GDrive); Bakti Sosial ke Panti Asuhan Balita Madania; Sarasehan dan Permainan Menyenangkan (Fun Game); Sarasehan dan Outbond oleh seluruh guru dan karyawan sekolah, beserta tamu undangan; Penayangan Video pada Puncak Acara HUT.

Rangkaian kegiatan peringatan HUT ke 72 SMA Negeri 4 Yogyakarta dilaksanakan mulai tanggal 14 Desember 2021 sampai dengan tanggal 17 Januari 2022. Dengan diadakannya rangkaian kegiatan memperingati acara HUT ke-72, diharapkan seluruh siswa, guru, dan karyawan dapat meningkatkan prestasi baik akademik maupun non akademik di tengah pandemi covid-19 ini.

Selasa, 09 Maret 2021

KEBERLANGSUNGAN UJIAN NASIONAL DI INDONESIA UNTUK MASA-MASA YANG AKAN DATANG MENURUT ARGUMENTASI AKADEMIS, POLITIS DAN SOSIAL.

 

KEBERLANGSUNGAN UJIAN NASIONAL DI INDONESIA UNTUK MASA-MASA YANG AKAN DATANG MENURUT ARGUMENTASI AKADEMIS, POLITIS DAN SOSIAL.

 

Disusun Oleh:

Riani Widiastuti

(SMA NEGERI 4 YOGYAKARTA)

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: Keberlangsungan ujian nasional untuk masa-masa yang akan datang menurut argumentasi akademis, politis, dan sosial. Cara yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif,

 

yang basis sosialnya adalah keterlibatan peneliti dan basis pendidikannya adalah peningkatan. Penelitian tindakan dilaksanakan sesuai Kurt Lewin (Kemmis dan Mc Taggart, 1982:6), dilaksanakan dalam 4 langkah yaitu: menyusun suatu rencana untuk suatu pengembangan, melaksanakan yang telah direncanakan, mengamati efek tindakan, dan merefleksikan hal-hal yang telah diperoleh. Setiap 4 langkah ini disebut satu putaran (siklus). Hasil yang diperoleh dalam satu siklus belum sesuai dengan yang ditargetkan, diulangi lagi dalam siklus berikutnya, dan seterusnya, sampai siklus ketiga. Hasil yang didapat dari penelitian ini setelah dilakukan pembelajaran Learning Cycle-5E didapatkan bahwa: Adanya peningkatan aktivitas belajar atau kinerja siswa dalam tugas–tugas akademik dan peningkatan kemampuan bertanya siswa. Pada penilaian sikap yang meliputi kerjasama, keterbukaan, kejujuran, dan tanggung jawab diperoleh hasil baik. Pada penilaian Ulangan Harian putaran I rata-ratanya adalah 79,7 Untuk persen ketuntasannya adalah 67,7 %. sedangkan pada putaran II, dan III nilai rata-ratanya adalah 83,7; 89,3 untuk persen ketuntasannya adalah 100 %

 

Abstrak

This study aims to determine: Effective use of learning model-5E learning cycle to improve the learning activity and the ability to ask the students of class XI-IPA. Methods used in this study is action research, whose social base is the involvement of research and education base is increased. Action research carried out in accordance Kurt Lewin (Kemmis and Mc Taggart, 1982:6), carried out in 4 steps: preparing a plan for the development, carrying out planned, to observe the effect of the action, and reflect on the things that have been obtained. Each step is called a 4 round (cycle). The results obtained in one cycle is not in accordance with the targeted, repeated again in the next cycle, and so on, until the third cycle. The results obtained from this study after-5E Learning Cycle found that: There is an increasing activity of learning or student performance in academic tasks and increase students' ability to ask. On the assessment of attitudes that include collaboration, openness, honesty, and responsibility obtained good results. In the first round of assessment Deuteronomy Daily average is 79.7 to 67.7% percent is thoroughness. while in the second round, and third the average value is 83.7; 89.3 percent for its thoroughness is 100%

Kata kunci: Pembelajaran Learning Cycle-5E


PENGANTAR

Pendidikan merupakan salah satu sektor penting dalam pembangunan di setiap negara. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2004 pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan segala potensi yang dimiliki peserta didik melalui proses pembelajaran. Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi anak agar memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, berkepribadian, memiliki kecerdasan, berakhlak mulia, serta memiliki keterampilan yang diperlukan sebagai anggota masyarakat dan warga negara. Untuk mencapai tujuan pendidikan yang mulia ini disusunlah kurikulum yang merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan dan metode pembelajaran. Kurikulum digunakan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan. Untuk melihat tingkat pencapaian tujuan pendidikan, diperlukan suatu bentuk evaluasi.

Dengan demikian evaluasi pendidikan merupakan salah satu komponen utama yang tidak dapat dipisahkan dari rencana pendidikan. Namun perlu dicatat bahwa tidak semua bentuk evaluasi dapat dipakai untuk mengukur pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditentukan. Informasi tentang tingkat keberhasilan pendidikan akan dapat dilihat apabila alat evaluasi yang digunakan sesuai dan dapat mengukur setiap tujuan. Alat ukur yang tidak relevan dapat mengakibatkan hasil pengukuran tidak tepat bahkan salah sama sekali.

Ujian Nasional (UN) merupakan salah satu alat evaluasi yang dikeluarkan Pemerintah yang, menurut pendapat saya, merupakan bentuk lain dari UAN (Ujian Akhir Nasional). Karena penggunaan kurikulum yang berbeda-beda. Materi ujian adalah kurikulum Irisan (1994, 2004 dan KTSP) akhirnya nama UAN diganti menjadi UN. Benarkah UN merupakan alat ukur yang sesuai untuk mengukur tingkat pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditetapkan?

Dalam hal ini, akan disampaikan sikap saya tentang keberlangsungan UN di Indonesia untuk masa-masa yang akan, masa-masa yang akan datang disertai dengan artumentasi akademis, argumentasi politis dan argumentasi sosial.

I. PEMBAHASAN

 

1. Permasalahan Ujian Nasional (UN)

Sejak diterapkan pada tahun 2003, Ujian Nasional selalu menjadi isu hangat tahunan. Pelaksanaan UN sebagai patokan kelulusan siswa menuai kritik berbagai kalangan. Bagi siswa akhir, UN menjelma jadi momok menakutkan sehingga mendorong timbulnya berbagai perilaku negatif yang mereka lakukan, mulai dari membawa contekan, mencontek teman, hingga pergi ke dukun. Ketidaklulusan siswa menjadi persoalan berikutnya yang cukup serius. Berbagai kasus muncul, mulai dari melampiaskan amarah dengan membakar sekolah sampai ada yang bunuh diri. Tidak hanya siswa, guru pun juga terjebak perilaku negatif untuk menyelamatkan nama baik sekolah, dengan membantu memberikan jawaban pada siswa saat ujian nasional berlangsung.

Kritik terhadap pelaksanaan UN, terutama pada ditetapkannya hasil UN sebagai salah satu pertimbangan untuk penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan berdasarkan Permen No.74 dan 75 tentang Panduan UN Tahun Pelajaran 2009-2010 SD dan SMP/SMA/SMK. H.A.R. Tilaar (2006) menjelaskan bahwa Ujian Nasional bertentangan dengan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional di mana guru adalah instansi pertama yang berhak mengadakan penilaian atau evaluasi terhadap hasil belajar peserta didiknya. Sementara Soedijarto (2008) menjelaskan bahwa UN hanya menanyakan dimensi kognitif mata pelajaran, sehingga menjadikan peserta didik tidak merasa perlu melakukan eksperimen di laboratorium, membaca novel, latihan mengarang, dan tidak perlu melakukan secara terus-menerus dan berdisiplin dalam berbagai kegiatan belajar yang hakikatnya diarahkan untuk menanamkan nilai dan mengembangkan sikap.

Kritik terhadap pelaksanaan UN mencapai puncaknya pada pengaduan kepada Mahkamah Agung dan diputuskan penolakan adanya Ujian Nasional pada November 2009 lalu. Namun keputusan MA tersebut seakan hanya menjadi angin lalu karena pada tahun 2010 UN masih tetap berjalan dengan formula dan standar kelulusan seperti tahun sebelumnya. Derasnya kritik terhadap pelaksanaan UN selama ini, tampaknya membuat pemerintah lebih melunak dalam pelaksanaan UN tahun 2011. Menghadapi UN tahun 2011, Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) mengeluarkan dua keputusan berupa permendiknas tentang kriteria kelulusan dan pelaksanaan ujian sekolah dan ujian nasional.

Poin penting yang terkandung dalam Permendiknas tersebut adalah nilai kelulusan UN tidak semata-mata ditentukan berdasarkan hasil UN, tetapi juga mengakomodasi nilai sekolah yang diperoleh berdasarkan rata-rata nilai rapor dan nilai Ujian Sekolah (US). Kelulusan UN ditentukan berdasarkan perolehan Nilai Akhir (NA) yang merupakan gabungan antara nilai sekolah (pada mata pelajaran yang di-ujinasional-kan dengan bobot 40%) dan nilai UN (dengan bobot 60%). Dengan demikian, Rumusan UN 2011 yang ditawarkan pemerintah untuk nilai gabungan = (0,6 x nilai UN) + (0,4 x nilai sekolah). Adapun rumus Nilai sekolah adalah: 0,6 Nilai Raport + 0,4 Ujian Sekolah). Nilai sekolah dihitung dari nilai rata-rata ujian sekolah dan nilai rapor semester 3-5 untuk tiap mata pelajaran UN. Setelah melalui penghitungan NA, peserta didik dinyatakan lulus UN apabila mencapai rata-rata NA sebesar 5,5 dan tidak boleh ada nilai di bawah 4,0, serta atas dasar musyawarah dewan guru dengan memperhatikan nilai akhlak mulia. Ini artinya, mata pelajaran tertentu, misalnya Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, dan IPA untuk jenjang pendidikan SMP, selain diujikan secara nasional juga diujikan melalui ujian sekolah oleh satuan pendidikan masing-masing.

Formula ini jelas sangat berbeda dengan kriteria kelulusan tahun-tahun sebelumnya yang menggunakan nilai UN sebagai satu-satunya penentu kelulusan UN. Formula ini juga menjawab keresahan beberapa kalangan ketika nasib kelulusan seorang peserta didik hanya ditentukan berdasarkan perolehan hasil UN yang hanya ditempuh dalam beberapa hari saja itu. Sedangkan, proses pendidikan yang dilaksanakan peserta didik selama mengikuti aktivitas pembelajaran di tingkat satuan pendidikan terabaikan sama sekali.

Masalah Ujian Nasional (UN) tiap tahun selalau ramai dibicarakan, mulai dari persiapan siswa dengan berbagai bimbingan belajar, orang tua dengan menyiapkan materi untuk mendukung para putranya, pihak sekolah dengan berbagai pengayaan dan uji coba UN, pemerintah dengan memberikan materi pokok UN, masyarakat dengan ketentuan/syarat pelulusan yang sangat memberatkan.

Ujian Nasional adalah penilaian yang harus tetap dilakukan oleh pemerintah dalam upaya melihat tingkat pendidikan kita. Tentang Penilaian Hasil Belajar yang di dalamnya ada Ujian Nasional akan saya tulis pada tulisan berikutnya.

Pelaksanaan Ujian Nasional (UN) tahun 2013 secara umum tidak lebih baik dibanding tahun lalu. Permasalahan yang terjadi pada pelaksanaan UN tahun ini diharapkan tidak terulang di tahun mendatang. Selain itu UN sebagai bentuk evaluasi proses belajar mengajar jangan dijadikan wacana peserta didik seolah-olah dijadikan tertuduh seperti suka menyontek.

UN tahun ini kurang berhasil, karena ada beberapa masalah seperti:

1.        Percetakan dan distribusi soal berakibat pada penundaan pelaksanaan UN di beberapa provinsi.

2.         Perubahan jumlah set soal dari 5 paket menjadi 20 paket menjadi faktor kesulitan luar biasa perusahaan yang memenangkan tender.

3.        Masalah lain yaitu, jumlah pemenang tender tidak diprediksi. Selayaknya ada penambahan lokasi pencetakan soal di luar Jawa, Sumatera, Sulawesi, Nusa Tenggara sehingga pengiriman soal menjadi lebih mudah.

Jumlah soal sebenarnya ideal tapi harus diringi kesiapan. Selama  10 tahun pelaksanaan UN baru kali ini terjadi masalah yang cukup berarti. Permasalahan muncul dari ketidak siapan dalam pendistribusian soal ujian oleh percetakan pemenang tender.

2. Konvensi Ujian Nasional (UN)

Pemerintah baru saja melaksanakan konvensi pendidikan untuk membahas keberlangsungan Ujian Nasional (UN), bahkan suatu organisasi swasta tingkat nasional juga melaksanakan konvensi pendidikan untuk membahas hal yang sama. Kedua momentum ini menunjukkan demikian strategisnya UN dalam sistem pendidikan nasional kita.

Menurut Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Wamendikbud) Bidang Kebudayaan Musliar Kasim menyatakan bahwa Ujian Nasional (UN) tetap akan dilaksanakan sebagai:

1.    sarana  mengukur prestasi belajar siswa.

2.    Hasil UN digunakan untuk pemetaan,

3.    Hasil UN digunakan sarana seleksi melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi

4.    Hasil UN digunakan untuk pembinaan siswa

karena itu untuk meningkatkan kredibilitas dan reliabilitas UN, perlu dilakukan sejumlah perbaikan. Kelulusan UN ditentukan berdasarkan rasio 60 % nilai UN dan 40 % nilai sekolah. Komposisi nilai sekolah terdiri dari 70 % nilai rapor dan 30 % Ujian Sekolah. Batas kelulusan ini dari tahun ke tahun dinaikkan secara bertahap. Nilai rapor harus dikirim setiap semester dan pengiriman dilakukan secara online.

Menurut Wamendikbud untuk meningkatkan kredibilitas dan realibitas UN, ke depan akan dilakukan berbagai perbaikan, antara lain UN mengukur ranah kognitif yang lebih tinggi ( higher order thinking), karena itu setiap soal diberi bobot berdasarkan tingkat kesulitan dan kompleksitas kompetensi yang diukur. Nantinya rasio kelulusan menjadi 100 % Ujian Sekolah dan 100 % UN. Ini berarti setiap siswa yang akan mengikuti UN harus lulus Ujian Sekolah terlebih dahulu. Untuk UN yang lebih kredibel dan reabel, dikembangkan pula peta jalan (roadmap) yang secara komprehensif mempertimbangkan berbagai aspek. Sedangkan untuk menentukan intervensi peningkatan mutu yang lebih merata dan berkeadilan, pemanfaatan nilai UN sebagai dasar intervensi peningkatan mutu pendidikan pada tingkat satuan pendidikan perlu segera dilaksanakan. 

Untuk menunjang penerimaan siswa baru pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi penggunaan nilai UN sebagai dasar penerimaan juga segera diterapkan. Konvensi Ujian Nasional (UN) yang digelar pada hari Kamis tamggal 26 September 2013 dan Jumat 27 September 2013 telah menyepakati bahwa UN tetap dilaksanakan sebagai sarana untuk mengukur prestasi belajar siswa, sebagaimana diamanatkan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 ( jo PP 32 Tahun 2013) tentang Standar Nasional Pendidikan.

Untuk penentuan kisi-kisi UN dan pembuatan soal, akan melibatkan pendidik dan para ahli dengan mekanisme ditetapkan pemerintah pusat. Sedangkan penyusunan soal diawasi oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Penggandaan dan pencetakan dilakukan di propinsi dengan pengawasan dari pemerintah pusat dan Perguruan Tinggi Negeri/Swasta (PTN/PTS). Sedangkan pendistribusiannya dilakukan pemprov dan pemkab/pemkot. Distribusi soal UN dari provinsi ke kabupaten/kota dilakukan oleh pemprov, sedangkan dari kabupaten/kota ke satuan pendidikan dilakukan pemkab/pemkot.

Untuk menjamin keamanan dan mencegah kebocoran soal, pendistribusian melibatkan pihak kepolisian dan PTN/PTS. Penyerahan soalnya juga disertai berita acara. Sedangkan pengawasan pelaksanaan UN pada tingkat satuan pendidikan dilakukan oleh Dewan Pendidikan, PTN/PTS dan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP). Sementaran pengawasan di ruang ujian dilakukan oleh guru secara silang. Pemindaian Lembar Jawaban Ujian Nasional (LJUN) SMA/MA/SMALB/SMK/Paket C dilakukan oleh Perguruan Tinggi, SMP/MTs/SMPLB/Pakeb B/Wustha dilakukan oleh Dinas Pendidikan Provinsi, untuk SD/MI/Paket A/Ula dilakukan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Terhadap tindak kecurangan dalam pelaksanaan UN, harus diikuti sanksi tegas.

3. Sikap dalam keberlangsungan UN

Dalam hal ini, akan disampaikan sikap saya tentang keberlangsungan UN di Indonesia untuk  masa-masa yang akan datang disertai dengan argumentasi akademis, argumentasi politis dan argumentasi sosial.

3.1 Argumentasi akademis

Menurut pakar pendidikan dan juga dosen UI Mas Imam Prasetyo mengatakan bahwa kebijakan pemerintah tentang UN sebagai satu2nya syarat kelulusan merupakan kebijakan yang salah besar. sebab menurut UU mendiknas yang bisa menentukan kelulusan adalah pihak sekolah yang bersangkutan

Menurut beliau yang juga duta pendidikan buat PBB ini menyatakan bahwa Indonesia belum bisa menerapkan system pendidikan dengan standarisasi kelulusan seperti UN, sebab sarana dan prasarana yang menunjang pendidikan belum sepenuhnya terpenuhi. Kita lihat masih banyak gedung-gedung sekolah yang tidak layak digunakan atau masih kurangnya guru-guru terutama di daerah. apabila UN ini masih tetap diberlakukan akan mengakibatkan kecurangan seperti yang terjadi dibeberapa daerah di Indonesia. lebih baik penuhi terlebih dahulu sarana dan prasarana yang menunjang pendidikan di Indonesia sebelum sebelum memberikan standarisasi UN.

Pakar dan konsultan pendidikan Munif Chatib menilai penghapusan ujian nasional sekolah dasar mulai 2014 sejalan dengan kurikulum baru yang akan diterapkan Juli 2013.
"Dengan penerapan kurikulum pendidikan yang baru, pelaksanaan UN menjadi tidak penting lagi. Harusnya bukan hanya UN SD yang dihapus, namun untuk seluruh jenjang".
Hal tersebut diungkapkannya usai peluncuran bukunya yang berjudul "Guardian Angel", sekaligus wisuda lulusan sekolah yang diberi nama seperti bukunya itu di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Semarang.

Ia mengungkapkan sangat mengapresiasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32/2013 tentang Perubahan Atas PP Nomor 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang salah satunya mengatur penghapusan UN SD. Ia menilai penerapan kurikulum baru sebenarnya menjadi jalan masuk untuk penghapusan UN seluruh jenjang pendidikan, sebab cara evaluasi pada kurikulum baru menggunakan pola "authentic assessment". Menurutnya, sistem evaluasi model 'multiple choice' (pilihan ganda) sebagaimana UN tidak "nyambung" dengan kurikulum baru sehingga dirinya yakin nantinya UN SMP dan SMA sederajat juga akan dihapuskan.
"Saya melihat pertimbangan UN bukan masalah akademis lagi karena di sekolah-sekolah sebenarnya sudah selesai. Namun, ini sudah masuk politik karena rantainya panjang," kata pria kelahiran Surabaya, 5 Juli 1969 itu.

Munif yang juga salah satu anggota Tim Penyusun Kurikulum 2013 mengatakan UN memiliki rantai yang sangat panjang, mulai perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi ibarat "lingkaran setan" yang susah untuk diputus. "Kalau UN dihapus, akan ada yang kehilangan pekerjaan, dan sebagainya. EValuasi belum selesai, sudah direncanakan lagi, dan seterusnya. Cara memotong lingkaran setan itu ya ubah kurikulum," katanya. Kalaupun UN mau dipertahankan, kata dia, tujuannya cukup untuk pemetaan kualitas pendidikan di seluruh wilayah Indonesia, tidak boleh lagi menjadi salah satu syarat kelulusan seperti sekarang ini.

Melihat pendapat para pakar saya berpendapat sama kalau UN sebaiknya dihapuskan karena tidak sesuai dengan kurikulum 2013, selain ada karakteristik siswa setiap daerah berbeda, sarana dan prasarana pendidikan di beberapa daerah kurang memadai, guru setiap daerah memiliki perbedaan dalam hal pendapatan.

3.2 Argumentasi politis

Konvensi Ujian Nasional (UN) yang digelar pada hari Kamis tanggal 26 September 2013 dan Jumat 27 September 2013 sesungguhnya hanya legitimasi pemerintah untuk mempertahankan pelaksanaan Ujian Nasional (UN). Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), enggan duduk bersama membahas pro dan kontra UN. Pengamat pendidikan dari Perguruan Taman Siswa Darmaningtyas mengatakan, Kemdikbud cukup menyebut Konvensi UN sebagai Seminar saja. Sebab, tema-tema yang diangkat dalam konvensi menunjukkan pemerintah ingin membenarkan UN sebagai penentu kelulusan. “Tema-tema yang ada dalam konvensi hari ini sesungguhnya hanya ingin melegitimasi pelaksaan UN sebagai penentu kelulusan,” ujar Darmaningtyas saat dihubungi Beritasatu di Jakarta.

Pembukaan Konvensi UN dihadiri oleh sejumlah pembicara nasional. Seperti Mantan Wakil Presiden (Wapres Jusuf Kalla yang memaparkan tentang Peran Strategis UN sebagai Pengendali Mutu Pendidikan, anggota Komisi X DPR Zulfadhli tentang Peran UN dalam Penjaminan Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah, Ketua Majelis Rektor Idrus Paturusi tentang Kesesuaian UN sebagai Alat Seleksi Masuk PT, dan pakar pendidikan Yahya Umar tentang UN yang Kredibel dan Dapat Diterima.

Darmaningtyas mengatakan, orientasi UN bertolak belakang dengan Kurikulum 2013. Konsep UN adalah teaching for the test (mengajar untuk ujian), sedangkan konsep Kurikulum 2013 antara lain memuat tentang bertanya, mengeksplorasi, dan mempresentasikan.

Pemerintah harus konsisten dalam melaksanakan Kurikulum 2013 atau melaksanakan UN. Kalau mau melaksanakan UN, harus membatalkan Kurikulum 2013, menurut Darmaningtyas. Sementara itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh beralasan Kurikulum 2013 baru diterapkan secara utuh di semua sekolah pada 2016. Oleh karena itu, pemerintah masih memiliki waktu kurang lebih dua tahun untuk memastikan apakah UN tetap dipakai atau tidak. UN yang sekarang karena mengikuti kurikulum lama. Maka kita selesaikan dulu, nanti baru disiapkan bagaimana memakai kurikulum baru, kata Nuh. Menjawab hal itu, Darmaningtyas mendesak pemerintah menentukan sikap atas UN mulai dari sekarang. Seharusnya, pemerintah sudah memiliki disain evaluasi nasional atas Kurikulum 2013.

Putusan MA

Terkait putusan MA tentang UN, Mendikbud M. Nuh mengaku sudah menjalankan putusan dan mengkonsultasikan putusan tersebut dengan Ketua MA terdahulu, yaitu Harifin Tumpa. MA memerintahkan para tergugat (Presiden, Wapres, Mendiknas, dan Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan) untuk meningkatkan kualitas guru, meningkatkan kelengkapan sarana dan prasarana sekolah, serta meningkatkan akses informasi sebelum menjalankan kebijakan UN. Terkait hal itu, Nuh menilai pelaksanaan putusan MA akhirnya bersifat teknis. Menurutnya, sejak MA memutuskan perkara itu tahun 2007, pemerintah tentu saja sudah melakukan upaya peningkatan kualitas guru, sarana prasarana sekolah, dan akses informasi. “Putusan MA sudah kita jalankan. Siapa yang menentukan peningkatan kualitas, apakah LSM, lembaga riset? Akhirnya dikembalikan kepada pemerintah juga,” tandas Nuh di Jakarta, Rabu (25/9).

Nuh mengatakan gugatan primer dalam perkara tersebut ditolak. Dia mengatakan ada salah satu pertimbangan majelis hakim yang jarang diungkapkan kepada publik. Intinya menyatakan bahwa majelis setuju konsep UAN/UN bertujuan baik. “Ada atau tidak ada putusan MA, pemerintah pasti menjalankan putusan itu karena memang tugas pemerintah untuk meningkatkan kualitas guru, sarana sekolah, dan akses informasi,” kata Nuh.

Dari beberapa pendapat politis yang dilontarkan menurut saya: Konsep Kurikulum 2013 antara lain memuat tentang bertanya, mengeksplorasi, dan mempresentasikan, pemerintah seharusnya sudah memiliki disain evaluasi nasional atas Kurikulum 2013. Karena Kurikulum 2013 sudah dilaksanakan dibeberapa tempat seharusnya UN dihapuskan. Untuk sekolah yang belum melaksanakan kurikulum 2013 bisa mengikuti disain evaluasi nasional kurikulum 2013. Jika perlu sekolah yang belum melaksanakan kurikulum 2013 bisa melaksanakan UN atau Evaluasi sepenuhnya diserahkan pada satuan pendidikan. Baik seleksi masuk maupun ujian akhir. Evaluasi sepenuhnya diserahkan pada satuan pendidikan karena karakteristik siswa setiap daerah berbeda.

3.3.  Argumentasi sosial.

Berikut akan dikemukakan beberapa kritikan, komentar, dan permasalahan tentang UN dan perlu segera dicarikan solusinya, yaitu:

a.    Setiap kali pelaksanaan UN atau apapun namanya selalu saja ada peserta didik yang kurang siap, baik fisik maupun mentalnya. Ada yang pingsan ketika mengikuti UN, ada yang sakit, ada yang stres, bahkan ada pula yang gantung diri, terutama setelah peserta didik dinyatakan tidak lulus UN. Memang hal seperti ini tidak dapat digeneralisasikan, karena bersifat kasuistik, tetapi bukan berarti dibiarkan begitu saja. Maasih ada imej yang negatif dari peserta didik bahwa seolah-olah UN merupakan sesuatu hal yang menakutkan. Oleh sebab itu, Pemerintah harus melakukan sosialisasi dengan berbagai pendekatan untuk menghilangkan imej negatif tersebut sehingga peserta didik menjadi akrab dengan UN. Bagaimana mungkin UN dapat memberikan motivasi kepada peserta didik, bila peserta didik selalu diselimuti rasa ketakutan yang berlebihan.

b.    Mutu hasil pendidikan berupa produk cenderung digunakan sebagai indikator keberhasilan dan kualitas penyelenggaraan pendidikan di Indonesia dalam satu periode. Padahal, produk berupa angka, peringkat, indeks prestasi, atau hasil UN dinilai belum bisa memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai mutu pendidikan.  M. Surya dalam Seminar Nasional pendidikan tanggal 03 Agustus 2008 di GOR Tri Lomba Juang Bandung mengatakan “kita harus melihat semua anak sebagai peserta didik yang berhak dinilai mutu pendidikannya dari segi holistik, yaitu kualitas kepribadian dan kontribusi untuk lingkungan. Bukan menyisihkan mereka yang UN-nya rendah dan mengistimewakan mereka yang UN-nya tinggi.” Menurut Surya, “dalam konsep yang lebih luas, mutu pendidikan mempunyai makna sebagai suatu kadar proses dan hasil secara menyeluruh”. Dalam konteks hasil, mutu pendidikan dilihat dari jenjang produk seperti angka-angka. Dari segi efek adalah bagaimana pengaruh dan perkembangan kepribadian peserta didik, sedangkan dampak adalah bagaimana peserta didik berkontribusi terhadap lingkungannya setelah menjalani pendidikan. Namun saat ini, hasil berupa produk seperti hasil UN lah yang sering menjadi patokan. Padahal lanjut Surya, ukuran mutu pendidikan yang cenderung bersifat memilah seperti yang terkandung dalam UN bertentangan dengan pengertian pendidikan dalam UU Sisdiknas.

c.    Sistem kenaikan kelas dan kelulusan selama ini terlalu longgar. Penilaian cenderung menggunakan pendekatan acuan norma (normatif referenced),  sehingga peserta didik dan orang tua terbuai dengan keberhasilan semu berupa angka-angka. Memang secara kuantitatif peserta didik banyak yang naik kelas dan lulus ujian, tetapi secara kualitas standar pendidikan di Indonesia jauh ketinggalan dari negara-negara berkembang lainnya. Sejak diterapkannya kurikulum 2004, maka sistem penilaian menggunakan penilaian basis kelas classroom-based assesment)  dengan pendekatan acuan patokan (criterion-referenced). Tentu banyak peserta didik dan orang tua merasa terkejut, karena peserta didik harus memiliki “nilai minimal” sebagai patokan atau kriteria kelulusan dari satuan pendidikan tertentu. Setiap tahun kriteria minimal tersebut harus dinaikkan oleh pemerintah. Permasalahannya adalah mengingat wilayah Indonesia memiliki kondisi geografis yang berbeda, antara provinsi satu dengan yang lainnya mempunyai daya serap kurikulum yang berbeda, maka perlu dicari alternatif lain untuk menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan tertentu.

d.   Sebagai dampak dari ketentuan “nilai minimal”, maka hampir setiap tahun dalam pelaksanaan UN sering terjadi (a) kebocoran soal, artinya soal sudah diketahui peserta didik sebelum UN dimulai, (b) keterlambatan sekolah menyerahkan atau menyampaikan jawaban UN ke panitia atau ke Dinas Pendidikan kabupaten/kota. Diduga lembar jawaban tersebut sedang diperbaiki oleh oknum guru (c) banyak oknum kepala sekolah dan guru yang sengaja membantu peserta didik menjawab soal UN melalui berbagai cara, seperti memberikan kunci jawaban melalui sms secara berantai, menempelkan kunci jawaban di toilet dan sebagainya.

Hal ini memberikan gambaran bahwa adanya perubahan atau pergeseran makna tentang penilaian atau ujian itu sendiri. Seharusnya penilaian merupakan cermin kemampuan diri, tetapi justru menjadi tujuan. Di samping itu, pada kelas akhir di setiap satuan pendidikan terjadi perubahan orientasi proses pembelajaran. Setiap peserta didik diarahkan untuk mengikuti latihan mengerjakan soal, try out, bimbingan khusus dengan guru, dan lain-lain dalam rangka persiapan UN. Mungkin hal itu terjadi karena fungsi UN sangat mutlak, terutama sebagai dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya dan penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan. Mengigat UN sudah mempunyai landasan hukum yang kuat, maka kepada semua pihak yang terkait, seperti kepala sekolah, guru, orang tua, dan peserta didik untuk mengarahkan semua kegiatan pembelajaran dalam rangka pencapaian Standar Kompetensi Lulusan.

Berdasarkan kritikan dan masukan dari masyarakat tentang UN dan memperhatikan pula program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun, maka sejak tahun 2008/2009 dilaksanakan Ujian Akhir Sekolah Bertaraf Nasional (UAS-BN) untuk Sekolah Dasar dan yang sederajat. Maksudnya, pembuatan soal dilakukan oleh guru-guru SD di bawah bimbingan dan pengarahan dari Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah serta BSNP.

Masalah Ujian Nasional (UN) tiap tahun selalu ramai dibicarakan, mulai dari persiapan siswa dengan berbagai bimbingan belajar, orang tua dengan menyiapkan materi untuk mendukung para putranya, pihak sekolah dengan berbagai penganyaan dan uji coba UN, pemerintah dengan memberikan materi pokok UN. Masyarakat luas mengharapkan UN tidak dilaksanakan karena merugikan (jika ada siswa yang tidak lulus, termasuk merugikan pihak sekolah karena banyak yang tidak lulus).

Pemerintah telah mengambil kebijakan untuk menerapkan UN sebagai salah satu bentuk evaluasi pendidikan. UN bertujuan untuk mengukur mutu pendidikan dan mempertanggungjawabkan penyelenggaraan pendidikan di tingkat nasional, provinsi, kabupaten, sampai tingkat sekolah.

UN berfungsi sebagai alat pengendali mutu pendidikan secara nasional, pendorong peningkatan mutu pendidikan secara nasional, bahan dalam menentukan kelulusan peserta didik, dan sebagai bahan pertimbangan dalam seleksi penerimaan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. UN merupakan salah satu bentuk evaluasi belajar pada akhir tahun pelajaran yang diterapkn pada beberapa mata pelajaran yang dianggap penting, walaupun masih ada perdebatan tentang mengapa mata pelajaran itu yang penting dan apakah itu berarti yang lain tidak Masyarakat luas mengharapkan UN tidak dilaksanakan karena merugikan (jika ada siswa yang tidak lulus, termasuk merugikan pihak sekolah karena banyak yang tidak lulus).

Tentang Ujian Nasional saya tetap berpendapat harus tetap dilaksanakan, untuk sekolah yang belum melaksanakan kurikulum 2013 hanya dalam “rumus” kelulusan tidak harus seragam, tiap sekolah bisa memililih kriteria pelulusan yang tepat. Kriteria “rumus” kelulusan tersebut ditentukan oleh pemerintah (hal ini pernah dilakukan ketika Ebtanas terakhir diberlakukan). Dalam hal kriteria kelulusan menyesuaikan karakteristik siswa setiap daerah.

 


II. Pandangan Mengenai Kebijakan Ujian Nasional

Dari uraian mengenai Ujian Nasional berpendapat:

1.             Evaluasi sepenuhnya diserahkan kepada sekolah. Sistem penerimaan siswa pada jenjang berikutnya dilakukan dengan cara diberikan tes masuk oleh sekolah masing-masing. Dengan cara demikian, maka setiap sekolah akan menetapkan standar sendiri melalui tes masuk yang dipakai. Sekolah yang berkualitas akan memiliki tes masuk yang relevan, dan sekolah yang kurang bermutu akan ditinggalkan masyarakat. Selain itu sekolah yang menghasilkan lulusan yang tidak bisa menerobos ke sekolah berikutnya juga akan ditinggalkan masyarakat. Dengan demikian akan terjadi persaingan sehat antar sekolah dalam menghasilkan lulusan yang terbaik dalam arti dapat melanjutkan ke sekolah berikutnya. Sistem penerimaan dengan mengacu pada UAN akan berakibat pada manipulasi data, bahkan membuka peluang terjadinya kecurangan. Pada umumnya sekolah berlomba-lomba untuk meluluskan siswa-siswanya dengan cara memberikan nilai kelulusan yang tinggi. Tetapi dengan adanya tes masuk pada sekolah berikutnya (kecuali masuk SLTP harus lanjut karena masih dalam cakupan wajib belajar), maka sekolah akan berlomba untuk membuat siswanya disamping lulus juga diterima di sekolah berikutnya.

2.             Belajar seharusnya menjadi proses yang menyenangkan dan menjadikan peserta didik senang belajar, menciptakan suasana yang nyaman dan secara otomatis akan membangun mental belajar yang baik yaitu sisi afektif, psikomotorik dan secara tidak langsung sisi kognitifnya pun tercapai. Jadi, evaluasi yang digunakan sewajarnya dapat merambah semua sisi dari peserta didik.

3.             Ujian Nasional dilaksanakan, hanya dengan rumus kelulusan tidak harus sama (seragam), tiap sekolah bisa memililih kriteria kelulusan yang tepat. Kriteria rumus kelulusan tersebut ditentukan oleh pemerintah.

4.             Ujian Nasional dilaksanakan bukan bertujuan untuk menentukan kelulusan siswa,  tetapi dipakai sebagai pengendalian mutu pendidikan. Artinya Ujian Nasional tidak perlu dikaitkan dengan kelulusan siswa, tetapi untuk mengetahui perkembangan pendidikan pada umumnya. Dengan tujuan ini maka standar nilai Ujian Nasional haruslah minimal 6 sebagaimana pada umumnya dan hanya berpengaruh pada kredibilitas sekolah.



 

 


DAFTAR PUSTAKA

 

http://www.beritasatu.com/pendidikan/konvensi hanya legitimasi pertahankan ujian nasional.html, diunduh pada hari Sabtu, 2 November 2013 21.00

 

http:// awan sundiawan.wordpress.com/2010/01/13/Masalah Ujian Nasional (UN) Tiap Tahun Tetap Ramai Dibicarakan diunduh pada hari Sabtu, 14 Oktober 2013

 

http://mansatukendari.blogspot.com/2013/04/masalah un perlu kearifan bersama.html diunduh pada hari Sabtu, 14 Oktober 2013

 

http://simercubuana.comli.com/ ujian nasional, diunduh pada hari Sabtu, 2 November 2013 21.00

 

http://www.majalahgontor.co.id/un 2011 solusi atau masalah baru, diunduh pada hari Sabtu 14 Okt 2013 18.51

 

http://korandemokrasiindonesia.wordpress.com/2009/11/28/kontroversi-seputar-ujian-nasional-jalan-terus-atau-dihentikan / diunduh pada hari sabtu 14 oktober 2013 19.05

 

Arifin, Zaenal. 2010. Evaluasi Pembelajaran: Prinsip, Teknik, Prosedur.    Bandung:        Rosdakarya.

 

Purwanto. 2010. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.